Kisah ini datang dari Ummu Asma dan putrinya, Asma.
Orang tua Ummu Asma menikahkannya pada tahun 1390 H dengan
laki-laki soleh. Ia pun tinggal bersama suami di rumah orang tua suaminya, di
Riyadh. Setahun kemudian, kebahagiaan bertambah dengan lahirnya putrid mereka,
Asma.
Setahun setelah kelahiran Asma, suaminya pindah kerja ke
daerah Timur Arab Saudi sehingga membuatnya harus meninggalkan keluarga selama
selama sepekan untuk bekerja dan kemudian pulang tinggal di rumah selama
sepekan.
Tiga tahun berlalu, kabar sedih datang. Suami Ummu Asma kecelakaan dan
membuatnya menjadi koma. Dokter yang menanganinya mengatakan 95% otak suaminya
mengalami kelumpuhan.
Ummu Asma menutupi kejadian ini dari putrinya. Setiap putrinya
menanyakan ayahnya, ia memang tidak memberitahukan jika sang ayah tengah koma. Kesedihan
terus bertambah setiap kali putrinya bertanya.
Lima tahun berlalu, sang suami belum juga sadar dari komanya.
Sebagian orang menyarankan Ummu Asma untuk mengajukan cerai ke pengadilan. Tapi,
Ummu Asma bertekad selama suaminya belum dikubur karena meninggal, ia akan
tetap menjadi istri baginya.
Kesendiriannya membuatnya harus mendidik Asma seorang diri. Ia
memasukkan Asma ke sekolah tahfidz. Asma kemudian telah terbiasa melakukan solat
malam ketika berusia 7 tahun dan dapat menghafal Alquran pada usia 10 tahun. Seiring
dengan itu, Asma berkembang menjadi lebih dewasa. Sehingga Ummu Asma berfikir,
bahwa sudah waktunya baginya untuk memberi tahu pada Asma keadaan yang
sebenarnya tentang ayahnya.
Ummu Asma memberi tahu keadaan yang sebenarnya tentang Ayah
Asma. Asma menangis.
Sejak Asma tahu bahwa ayahnya koma, ia selalu mendampingi
Umminya ke rumah sakit. Mendoakan dan meruqyah ayahnya. Ia juga bersedekah
untuk ayahnya.
Satu hari di tahun 1410, Asma meminnta izin untuk menginap di
rumah sakit menunggui ayahnya. Berat hati Ummu Asma, tapi kemudian memberikan
izin.
Di rumah sakit, malam itu Asma duduk di samping ayahnya. Ia membacakan
surat Albaqarah. Usai membaca surat Albaqarah, kantuk muncul dan Asma pun
tertidur. Ketika Asma terbangun, ada ketenangan ia rasa. Ia berwudhu dan segera
mengerjakan solat malam.
Usai solat, rasa kantuk kembali datang. Tetapi, kantuk itu
segera hilang ketika Asma mendengar suara. “Bangunlah…, bagaimana mungkin
engkau tidur sementara waktu ini adalah waktu mustajab untuk berdoa? Allah
tidak akan menolak doa hamba di waktu ini.”
Asma segera mengangkat tangannya berdoa: “Yaa rabbi … , Yaa
Hayyu …, Yaa Adziim…, Yaa Jabbar…, Yaa Kabiir … , Yaa Mut’aal …, Yaa Rahman …,
Yaa Rahiim …, ini adalah ayahku, seorang hamba dari hamba-hamba-Mu. Ia telah
ditimpa penderitaan dan kami telah bersabar, kami memuji Engkau…, kami beriman
dengan keputusan dan ketetapan-Mu baginya … . Ya Allah…, sesungguhnya ia berada
di bawah kehenda-Muu dan kasih saying-Mu …, Wahai Engkau yang telah
menyembuhkan nabi Ayyub dari penderitaannya, dan telah mengembalikan nabi Musa
kepada ibunya … . Yang telah menyelamatkan nabi Yunus dari perut paus, Engkau
telah menjadikan api menjadi dingin dan keselamatan bagi nabi Ibrahim …,
sembuhkanlah ayahku dari penderitaannya … . Ya Allah, sesungguhnya mereka telah
menyangka bahwasannya ia tidak mungkin lagi sembuh … . Ya Allah …, milik-Mu-lah
kekuasan dan keagungan, sayangilah ayahku, angkatlah penderitaannya … .”
panjang doa Asma.
Menjelang subuh, Asma kembali didera kantuk dan tertidur. Hingga
kemudian ia mendengar suara: “siapa engkau? Mengapa engkau di sini?” suara itu
membangunkan Asma.
Asma menoleh dan mencari sumber suara. Ia mendapatkan suara
itu dari laki-laki di atas tempat tidur.
“Ayah …” Pekik Asma bahagia sambil memeluk ayahnya.
=====
Sumber gambar: Google
Sumber tulisan: http://kisahikmah.com/kisah-istri-shalihah-setia-menunggu-suami-6-tahun-koma/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar