Kamis, 26 Juni 2014

HUKUMAN TANPA KEKERASAN




Seandainya ayah menghukum saya, sebagaimana kita menghukum anak-anak kita.

Kisah inpirasi dari Dr Arun Gandi, cucu mendiang Mahatma Gandhi.
Suatu hari, Dr Arun Gandi, memberi ceramah di Universitas Puerto Rico. Ia menceritakan kisah dalam hidupnya, :
Waktu itu saya masih berusia 16 tahun dan tinggal bersama orang tua di sebuah lembaga yang didirikan oleh kakek saya, di tengah kebun tebu, 18 mil di luar kota Durban, Afrika Selatan. Kami tinggal jauh di pedalaman dan tidak memiliki tetangga. Tak heran bila saya dan dua saudara perempuan saya sangat senang bila ada kesempatan pergi ke kota untuk mengunjungi teman atau menonton bioskop. Pada suatu saat, ayah meminta saya untuk mengantarkan beliau ke kota untuk menghadiri konferensi sehari penuh. Dan, saya sangat gembira dengan kesempatan itu. Tahu bahwa saya akan pergi ke kota, ibu memberikan daftar belanjaan yang diperlukan. Selain itu, ayah juga meminta saya mengerjakan beberapa pekerjaan tertunda, seperti memperbaiki mobil di bengkel.
Pagi itu setiba di tempat konferensi, ayah berkata: “Ayah tunggu kau di sini jam 5 sore, lalu kita akan pulang bersama-sama.” Segera saja saya menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang diberikan ayah dan ibu. Kemudian saya pergi ke bioskop. Wah, saya benar-benar terpikat dengan dua permainan John Wayne sehingga lupa akan waktu. Begitu melihat jam menunjuk pukul 17.30, langsung saya berlari ke bengkel mobil dan buru-buru menjemput ayah yang sudah menunggu saya. Saat itu sudah hampir pukul 18.00. Dengan gelisah ayah menanyai saya, “Kenapa kau terlambat?” saya  sangat malu untuk mengakui bahwa saya menonton bioskop sehingga saya menjawab, “Tadi, mobilnya belum siap sehingga saya harus menunggu.” Padahal, ternyata tanpa sepengetahuan  saya, ayah telah menelepon bengkel mobil itu dan ayah tahu kalau saya berbohong.
Lalu ayah berkata: “Ada sesuatu yang salah dalam membesarkan engkau sehingga engkau tidak memiliki keberanian untuk menceritakan kebenaran pada ayah. Untuk menghukum kesalahan ini, biarkanlah ayah pulang berjalan kaki sepanjang 18 mil dan memikirkannya baik-baik.” Lalu dengan tetap mengenakan pakaian dan sepatunya, ayah mulai berjalan kaki pulang ke rumah. Padahal hari sudah gelap dan jalanan sama sekali tidak rata. Saya tidak bisa meninggalkan ayah, maka selama lima setengah jam, saya mengendarai mobil pelan-pelan di belakang beliau, melihat penderitaan beliau hanya karena kebohongan bodoh yang saya lakukan.
Sejak saat itu, saya tidak pernah berbohong lagi. Seringkali saya berfikir mengenai kejadian ini dan merasa heran. Seandainya ayah menghukum saya, sebagaimana kita menghukum anak-anak kita, maka apakah saya akan mendapat sebuah pelajaran mengenai  mendidik tanpa kekerasan? Kemungkinan saya akan menderita atas hukuman itu, menyadarinya sedikit dan melakukan hal yang sama lagi. Tetapi, hanya dengan satu tindakan tanpa kekerasan yang sangat luar biasa, sehingga saya merasa kejadian itu baru terjadi kemarin.
Itulah kekuatan bertindak tanpa kekerasan.


sumber tulisan : Hypnocreativa Teknik Mengelola & Mengatasi Emosi Buah Hati Menjadi Prestasi.
sumber gambar : google

Tidak ada komentar:

Posting Komentar