#SerialCinta_AnisMatta
![](https://scontent-sin.xx.fbcdn.net/hphotos-xat1/v/t1.0-9/10731011_443822249120748_8828192306171338352_n.jpg?oh=12f190b89edc2467b44994c25009feb7&oe=55DB1D1E)
Mari kita bicara tentang orang-orang patah hati. Atau
kasihnya tak sampai. Atau cintanya tertolak. Seperti sayap-sayap Gibran yang
patah. Atau kisah kasih Zainuddin dan Hayati yang kandas ketika kapal
Vanderwicjk tenggelam. Atau cinta Qais dan Laila yang membuat mereka 'majnun'
lalu mati. Atau, jangan-jangan ini juga cerita tentang cintamu sendiri, yang
kandas dihempas takdir, atau layu tak berbalas.
Itu cerita cinta yang digali dari mata air air mata. Dunia
tidak merah jambu disana. Hanya ada Qais yang telah majnun dan meratap di
tengah gurun kenestapaan sembari memanggil burung-burung:
O burung, adakah yang mau meminjamkan sayap
Aku ingin terbang menjemput sang kekasih hati
Aku ingin terbang menjemput sang kekasih hati
Mari kita ikut berbelasungkawa untuk mereka. Mereka
orang-orang baik yang perlu dikasihani. Atau jika mereka adalah kamu sendiri,
maka terimalah ucapan belasungkawaku, dan belajarlah mengasihani dirimu
sendiri.
Di alam jiwa, sayap cinta itu sesungguhnya tak pernah patah.
Kasih selalu sampai di sana. "Apabila ada cinta di hati yang satu,
pastilah ada cinta dihati yang lain," kata Rumi, "sebab tangan yang
satu takkan bisa bertepuk tanpa tangan yang lain." Mungkin Rumi bercerita
tentang apa yang seharusnya. Sementara kita menyaksikan fakta lain.
kalau cinta berawal dan berakhir pada Allah, maka cinta pada
yang lain hanya upaya menunjukkan cinta pada-Nya, pengejawantahan ibadah hati
yang paling hakiki: selamanya memberi yang bisa kita berikan, selamanya
membahagiakan orang-orang yang kita cintai. Dalam makna memberi itu posisi kita
sangat kuat: kita tak perlu kecewa atau terhina dengan penolakan, atau lemah
dan melankolik saat kasih kandas karena takdir-Nya. Sebab disini kita justru
sedang melakukan sebuah "pekerjaan jiwa" yang besar dan agung:
mencintai.
Ketika kasih tak sampai, atau uluran tangan cinta tertolak,
yan sesungguhnya terjadi hanyalah "kesempatan memberi" yang lewat.
Hanya itu. Setiap saat kesempatan semacam itu dapat terulang. Selama kita
memiliki cinta, memiliki "sesuatu" yang dapat kita berikan, maka
persoalan penolakan atau ketidaksampaian jadi tidak relevan. Ini hanya murni
masalah waktu. Para pencinta sejati selamanya hanya bertanya: "Apakah yang
akan kuberikan?" Tentang kepada "siapa" sesuatu itu diberikan,
itu menjadi sekunder.
Jadi kita hanya patah atau hancur karena lemah. Kita lemah
karena posisi jiwa kita salah. Seperti ini: kita mencintai seseorang, lalu kita
menggantungkan harapan kebahagiaan hidup dengan hidup bersamanya! Maka ketika
dia menolak untuk hidup bersama, itu lantas menjadi sumber kesengsaraan. Kita
menderita bukan karena kita mencintai. Tapi karena kita menggantungkan sumber
kebahagiaan kita pada kenyataan bahwa orang lain mencintai kita!
=====
Sumber: Facebook Anis Matta Quotes 13/04/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar