![hqdefault](https://lh3.googleusercontent.com/blogger_img_proxy/AEn0k_scWX0QrOMIkRQdCTtq3qhAujz-1WP5xtpC4ykQDoWo3Nh87pQEp5XVwxpbs5MPbtawTnJ0JwdIXhiu7PEjnywCkrMc5NSSvf4UwEw1ppfbhP8MMRRZ7czy=s0-d)
Saya tidak bisa menemukan jawaban-jawabannya di Alkitab.
Begitu saya sadar bahwa Trinitas cuma sebuah mitos dan bahwa Tuhan cukup kuat
untuk menyelamatkan seseorang tanpa membutuhkan bantuan dari seorang anak atau
siapapun, atau apapun. Semuanya kemudian berubah. Keyakinan saya selama ini
terhadap ajaran Kristen runtuh. Saya tidak lagi mempercayai ajaran Kristen atau
menjadi seorang Kristiani.”
Jalan untuk meraih cita-citanya sebagai pendeta atau pemimpin misionaris
terbuka lebar, namun jalan yang terbentang itu justru membawanya untuk mengenal
Islam. Sehingga ia akhirnya memutuskan untuk menjadi seorang Muslim dan
melepaskan semua ambisinya, meski pada saat itu ia sudah menjadi pembantu
pendeta.
Dia adalah Abdullah DeLancey, seorang warga Kanada yang menceritakan
perjalanannya menjadi seorang Muslim. “Dulu, saya adalah penganut Kristen
Protestan. Keluarga saya membesarkan saya dalam ajaran Gereja Pantekosta,
hingga saya dewasa dan saya memilih menjadi seorang jamaah Gereja Baptist yang
fundamental,” kata DeLancey mengawali ceritanya.
Menurutnya, sebagai seorang Kristen yang taat, kala itu dia kerap terlibat
dengan berbagai aktivitas gereja seperti memberikan khotbah pada sekolah minggu
dan kegiatan-kegiatan lainnya. “Saya akhirnya terpilih sebagai pembantu pendeta.
Saya benar-benar ingin mengabdi lebih banyak lagi pada Tuhan dan memutuskan
untuk mengejar karir sampai menjadi seorang Pendeta,” tutur DeLancey yang kini
bekerja memberikan pelayanan pada para pasien di sebuah rumah sakit lokal.
Keinginannya, sebenarnya menjadi seorang pendeta atau
menjadi seorang misionaris. Namun ia berpikir, jika menjadi seorang Pendeta
maka akan memperkuat komitmen hidupnya dan keluarganya pada gereja secara
penuh. DeLancey pun mendapatkan beasiswa untuk mengambil gelar sarjana di
bidang agama.
“Sebelum mengikuti kuliah di Bible College, saya berpikir untuk lebih menelaah
ajaran-ajaran Kristen dan saya mulai menanyakan sejumlah pertanyaan-pertanyaan
serius tentang ajaran agama saya. Saya mempertanyakan masalah Trinitas, mengapa
Tuhan membutuhkan seorang anak dan mengapa Yesus harus dikorbankan untuk
menebus dosa-dosa manusia seperti yang disebutkan dalam Alkitab,” ujar
DeLancey.
Hal lainnya yang menjadi tanda tanya bagi DeLancey, bagaimana bisa orang-orang
yang disebutkan dalam “Kitab Perjanjian Lama” bisa “selamat” dan masuk surga
padahal Yesus belum lahir. “Saya dengan serius merenungkan semua ajaran
Kristen, yang selama ini saya abaikan,” sambung DeLancey.
Ia mengakui tidak mendapatkan jawaban yang masuk akal dan
cukup beralasan atas semua pertanyaan-pertanyaan yang menjadi dasar ajaran
Kristen itu. “Lantas, untuk apa Tuhan memberikan kita akal yang luar biasa jika
kemudian kita tidak boleh menggunakannya. Itulah yang perintahkan agama
Kristen, agama Kristen meminta kita untuk tidak menggunakan akal ketika
menyatakan bahwa Anda harus punya keyakinan. Sebuah keyakinan yang buta,” kata
DeLancey, mengenang pengalamannya di masa lalu.
Sejak itu, DeLancey sadar bahwa selama ini ia sudah menelan ajaran Kristen
dengan secara buta dan tidak pernah mempertanyakan hal-hal yang sebenarnya
membuatnya bingung. “Saya sama sekali tidak pernah menyadarinya,” ujar
DeLancey.
“Saya tidak bisa menemukan jawaban-jawabannya di Alkitab. Begitu saya sadar
bahwa Trinitas cuma sebuah mitos dan bahwa Tuhan cukup kuat untuk
“menyelamatkan” seseorang tanpa membutuhkan bantuan dari seorang anak atau
siapapun, atau apapun. Semuanya kemudian berubah. Keyakinan saya selama ini
terhadap ajaran Kristen runtuh. Saya tidak lagi mempercayai ajaran Kristen atau
menjadi seorang Kristiani.”
“Saya meninggalkan gereja untuk selamanya dan istri saya mengikuti langkah
saya, karena ia juga mengalami hal yang sama dalam menerima ajaran-ajaran
Kristen. Inilah yang akan menjadi awal perjalanan spritual saya, ketika itu
saya tanpa agama tapi tetap percaya pada Tuhan,” papar DeLancey.
Hidayah Itupun Datang
DeLancey mengakui, saat-saat itu menjadi saat-saat yang sulit bagi dirinya dan
keluarganya yang selama ini hanya tahu ajaran Kristen. Namun ia terus mencari
kebenaran dan mulai mempelajari berbagai agama. DeLancey tetap menemui
kejanggalan-kejanggalan dalam agama-agama yang dipelajarinya, sampai ia
mendengar tentang agama Islam.
“Islam !!! Apalagi itu? Sepanjang yang saya ingat, saya tidak pernah mengenal
seorang Muslim dan tidak pernah mendengar Islam, bahkan pembicaraan tentang
Islam sebagai salah satu agama di tempat saya tinggal di Kanada kecuali
cerita-cerita buruk tentang Islam. Ketika itu, saya sama sekali tidak
mempertimbangkan Islam,” tutur DeLancey.
Tapi kemudian, DeLancey mulai membaca-baca informasi tentang Islam dan mulai
membaca isi Alquran. Isi Alquran itulah yang mengubah kehidupannya sehingga ia
tertarik untuk membaca segala sesuatu tentang Islam. Beruntung, DeLancey
menemukan sebuah masjid yang letaknya sekitar 100 mil dari kota tempat
tinggalnya.
“Saya lalu membawa keluarga saya ke masjid ini. Dalam perjalanan, saya merasa
gugup tapi juga dipenuhi semangat dan saya bertanya pada diri sendiri, apakah
saya akan diizinkan masuk ke masjid karena saya bukan seorang Arab atau
Muslim,” kisahnya.
Setelah sampai di masjid, saya pun merasa bahwa tidak ada yang perlu
dikhawatirkan. Ia dan keluarganya disambut hangat oleh seorang Imam dan
sejumlah Muslim di masjid itu. “Mereka sangat baik. Tidak seburuk berita-berita
tentang Muslim,” aku DeLancey.
Di masjid itu, DeLancey diberi buku yang ditulis oleh Ahmad Deedat dan ia
diyakinkan bisa menjadi seorang Muslim. DeLancey membaca semua
material-material tentang Islam dan sangat menghargai pemberian itu, karena di
perpustakaan di tempatnya tinggal hanya ada empat buku tentang Islam.
“Setelah mempelajari buku-buku itu, saya sangat syok. Bagaimana bisa saya
menjadi seorang Kristiani begitu lama dan tidak pernah mendengar ada kebenaran?
Saya akhirnya meyakini Islam dan ingin masuk Islam,” kisah DeLancey.
Ia kemudian mengontak komunitas Muslim di kotanya dan pada 24 Maret 2006 saya
pergi ke masjid dan mengucapkan syahadah beberapa saat sebelum pelaksanaan
salat Jumat, dengan disaksikan komunitas Muslim di kotanya.
“Saya mengucapkan La illaha ill Allah, Muhammadur Rasulullah, tiada tuhan
selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Saya pun menjadi seorang Muslim.
Hari itu adalah hari paling indah dalam hidup saya. Saya mencintai Islam dan
merasakan kedamaian sekarang,” tukas DeLancey mengingat kembali saat-saat ia
menjadi seorang Mualaf.
DeLancey mengakui, ia dan keluarganya menghadapi masa-masa sulit setelah
memutuskan memeluk Islam terutama dari teman-temannya yang Kristen dan dari
kedua orangtuanya. Ia tidak diakui lagi sebagai anak dan teman-temannya yang
Kristen tidak mau lagi bicara dengannya. DeLancey dijauhi bahkan ditertawai.
“Saya senang menjadi seorang Muslim, tak masalah jika teman-teman saya sesama
orang Kanada memandang saya aneh karena memilih menjadi seorang Muslim. Karena
saya sendiri yang akan mempertanggungjawabkan perbuatan saya pada Allah setelah
saya mati.”
“Allah memberi saya kekuatan dan Allah yang Maha Besar menolong saya untuk
melewati masa-masa sulit setelah saya masuk agama Islam. Saya punya banyak
sekali saudara seiman sekarang,” tandas DeLancey.
Setelah masuk Islam, DeLancey mengubah nama depannya dan jadilah namanya
sekarang Abdullah DeLancey. menjadi orang pertama dan satu-satunya pembimbing
rohani Islam yang dibolehkan bekerja di rumah sakit di kotanya. Ia juga
mengelola sebuah situs Islam Muslimforlife.com yang dididirikannya.
“Saya seorang Muslim dan saya sangat bahagia menjadi seorang Muslim. Rasa
syukur saya panjatkan pada Allah Subhana Wa Ta’ala,” tukas DeLancey mengakhiri
kisah perjalanannya dari seorang pembantu pastor menjadi seorang Muslim.
=====
Sumber:
eramuslim.com