seorang pangeran di Tikrit Irak lama membujang, bukan jodoh
melintang atau tak ada yang senang, bukan pula pilih-pilih gadis berambut
pirang. Sebab baginya, mengakhiri masa lajang adalah tonggak sejarah untuk
menerjang gelombang. Maju ke gelanggang. Singkirkan Salibis, hingga Islam
kembali terang benderang.
Siapakah pemuda itu? Ia adalah Najmuddin Ayyub. Saudaranya
Asadudin Syerakuh keheranan.
“Wahai saudaraku. Apa gerangan yang membuatmu menunda
pernikahan?”
“Aku belum temukan perempuan yang pantas untukku!” Jawabnya
tegas.
“Masa iya. Bagaimana kalau aku lamarkan dengan putri Raja
Syah binti Sultan Muhammad Malik
Syah, Sultan Saljuq? Atau dengan putri Nizham
Malik, menteri besar Abbasiyah?”
“Mereka tak pantas untukku!”
“Haduh. Yang bener? Lalu siapa yang pantas untukmu?”
“Yang kuinginkan adalah perempuan shalihah yang mampu
menngandeng tanganku ke surga. Dari rahim dan didikannya lahir seorang prajurit
yang mampu membebaskan Al Quds.”
“Emang ada? Hari giniii masih idealis.”
Najmudin bergeming. “Barangsiapa yang mengikhlaskan niat
karena Allah. Pasti Allah siapkan perempuan yang kuidamkan.” Tegasnya.
Najmuddin terus beraktivitas menuntut ilmu. Tak kenal lelah.
Siang malam memantaskan diri. Saat itu ia tinggal di Tikrit Irak. Jarak ke Al
Quds sangat jauh. Tapi idealisme dan cintanya pada Palestina tak tergoyahkan.
Hingga pada suatu kesempatan. Ia menghadiri majelis ilmu
seorang Syaikh. Berkumpul pula para akhwat di tempat terpisah dengan hijab.
Tak lama usai kajian. Suara ketukan isyarat terdengar
nyaring di bilik perempuan. Si pengetuk pintu adalah akhwat yang dikenal banyak
menolak lamaran dari kaum bangsawan dan terhormat.
“Lhoo. Anti lagi. Yah. Kemarin kenapa banyak nolak ikhwan
yang mau ngelamar?”
Di balik hijab ia bersuara lantang, “Mereka tak cocok buat
saya Syaikh!”
“Lho. Lalu tipe pria seperti apa yang anti idamkan?”
“Saya mengidamkan pria shalih yang darinya mengeluarkan
benih keturunan dan didikannya mampu menjadi prajurit pembebas Al Quds.”
Najmuddin Ayyub terbelalak. Langsung fokus perhatian tertuju
pada Syaikh. Ia menanyakan ulang. Siapa akhwat yang bicara persis seperti itu,
apa yang menjadi prinsipnya.
Syaikh menjawab. Ia adalah akhwat desa yang sering menolak
lamaran bangsawan. Mendengar demikian. Najmuddin Ayyub sigap bicara.
“Nikahkan saya segera dengan akhwat tadi. InsyaAllah kami
akan melahirkan prajurit yang akan membebaskan Al Quds.”
Betul. Seiring waktu. Dari rumah tangga sederhana inilah.
Lahir seorang panglima perang yang mengalahkan pasukan Salib dan sukses
membebaskan Al Quds. Ia adalah Shalahuddin Al Ayyubi.
=====
Sumber:
http://islamedia.id/ketika-najmuddin-ayyub-mencari-jodoh/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar