Dunia tengah membicarakan kebocoran dokumen finansial dari
sebuah firma hukum asal Panama, Mossack Fonseca. Data tersebut terangkum dalam
hasil investigasi sebuah organisasi wartawan global, International Consortium
of Investigative Journalists (ICIJ), sebuah koran dari Jerman,
SüddeutscheZeitung, dan lebih dari 100 organisasi pers dari seluruh dunia.
Adapun Tempo menjadi satu-satunya media di Indonesia yang terlibat dalam
pengungkapan skandal ini.
Data sebesar 2,6 terabita, yang berisi berisi informasi
sejak 1977 sampai awal 2015, tersebut berhasil diungkap ke publik. Dari data
tersebut dapat diintip dunia offshore atau dunia tanpa pajak bekerja. Mossack
Fonseca tersebut menjajakan kerahasiaan finansial kepada politikus, penipu,
mafia narkoba, sampai miliuner, selebritas, dan bintang olahraga kelas dunia,
untuk mendirikan perusahaan di negara surga bebas pajak seperti Panama atau
British Virgin Island.
Uang terus mengalir di dalam gelombang global namun terjaga
secara rahasia. Tak jarang praktek tersebut mendorong lahirnya banyak modus
kriminalitas dan perampokan kekayaan negara dari pajak yang tak dibayar. Semua
transaksi tersebut disembunyikan di surga bebas pajak.
Dalam jutaan lembar dokumen itu, tergambar dengan detail
sejumlah perjanjian bisnis yang melibatkan perusahaan offshore yang dilakukan
oleh sejumlah tokoh kenamaan di dunia. Firma hukum ini memang terbilang kecil.
Namun firma tersebut disebut-sebut berpengaruh di Panama. Firma ini memiliki
kantor cabang di Hong Kong, Zurich, Miami dan 35 kota lain di seluruh dunia.
Panama Papers menyimpan data email, tabel keuangan,
passport, dan catatan pendirian perusahaan, yang mengungkapkan identitas
rahasia dari pemilik akun bank dan perusahaan di 21 wilayah atau yuridiksi
offshore. Di dalam data itu, tersimpan pula kerahasiaan hasil kejahatan,
seperti harta hasil curian, korupsi, maupun pencucian uang. Setidaknya ada 128
politikus dan pejabat publik dari seluruh dunia yang namanya tercantum dalam
jutaan dokumen yang bocor ini.
Setelah diungkap, dokumen juga menunjukkan bagaimana Mossack
secara teratur menawarkan klien mereka untuk membuatkan dokumen dengan tanggal
mundur (backdated documents) untuk membantu klien mereka mendapatkan keuntungan
dari berbagai perjanjian bisnis mereka. Setiap satu bulan ke belakang dalam
penetapan tanggal dokumen perusahaan mereka, klien harus membayar US$ 8,75 pada
Mossack.
Data tersebut berhasil diungkap pertama kali oleh seorang
reporter di SüddeutscheZeitung. Kemudian, ia membaginya dengan ICIJ dan semua
media dalam kolaborasi ini. Tak ada media yang diminta membayar untuk
memperoleh dokumen ini. Dokumen itu kemudian berujung pada sejumlah operasi
penggeledahan di Jerman pada awal 2015. Dokumen ini kemudian ditawarkan pada
otoritas pajak di Inggris, Amerika Serikat dan sejumlah negara lain.
=====
Copas dari www.eramuslim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar