Malam itu, Abu Salim begadang bersama teman-temannya.
Pembicaraan mereka tak ada ujung pangkalnya. Sekedar gosip dan celometan
disertai lelucon. Seperti biasa, pria berusia 30 tahun itu mendominasi forum
dan paling sering membuat teman-temannya tertawa.
Di saat seperti itu, seorang buta lewat di dekat mereka.
Secara reflek, timbul keinginan Abu Salim mengerjai orang itu.
Abu Salim menjulurkan kakinya tepat di depan orang buta itu.
“Bruakkk,” orang buta itu terjatuh seketika.
“Ha ha ha,” teman-teman Abu Salim tertawa terbahak-bahak.
Kaget dan kesakitan bercampur jadi satu. Dengan susah payah
orang buta itu berusaha bangkit, sementara tawa Abu Salim dan teman-temannya
masih terdengar.
Sadar dirinya jatuh karena sengaja dijegal untuk
ditertawakan, orang buta itu marah.
“Kau telah mengerjai orang yang tidak bisa melihat, semoga Allah memberikan
balasan yang setimpal kepadamu!”
Kemarahan orang buta itu tidak membuat Abu Salim menyesal
dan minta maaf. Ia kembali bergabung dengan teman-temannya dan dengan bangganya
mengulas bagaimana ia telah mengerjai orang buta tadi. Ada kesenangan
tersendiri saat teman-temannya tertawa.
Setelah malam sangat larut, barulah forum itu bubar.
Setibanya di rumah, Abu Salim mendapati istrinya yang tengah hamil tua sedang
kesakitan.
“Kamu dari mana saja, Bang?”
“Biasa. Bersenang-senang bersama teman-teman,” jawabnya dengan enteng.
“Aku merasakan sakit sekali, kontraksi makin sering, mungkin mau melahirkan
malam ini.”
Mendengar kata-kata itu dan melihat istrinya semakin
kesakitan, bulir-bulir bening menetes dari mata
Abu Salim. Segera ia bawa
istrinya ke rumah sakit.
Sudah beberapa jam, bayi mereka belum juga lahir. Abu Salim
yang mulai bingung berpamitan sementara kepada perawat sembari menyerahkan
nomor teleponnya jika sewaktu-waktu perlu dihubungi.
Tak berapa lama di rumah, telepon Abu Salim berdering. Rumah
Sakit mengabarkan bahwa anaknya telah lahir.
“Di mana istri dan anak saya, Suster?”
“Anda diminta untuk bertemu dokter dulu, Pak”
“Tidak, aku harus menemui istri dan melihat anakku dulu”
“Dokter meminta Anda menemuinya dulu, Pak” Abu Salim hampir saja marah. Namun
ia kemudian menuruti permintaan itu.
“Anak Anda mengalami cacat berat di kedua matanya. Mungkin
ia akan kehilangan penglihatannya,” kata Dokter, bagaikan petir di siang bolong.
“Apa, Dok? Anak saya akan buta?”
“Aku berharap engkau sabar dengan ketentuan Allah”
“Tidak! Anak saya tidak boleh buta!”
“Sabar, Pak. Bersabarlah dengan ketentuan Allah”
Abu Salim tertunduk lesu. Air mata mulai membasahi pipinya.
Bayangan orang buta yang ia kerjai muncul dalam benaknya. “Ya Allah… inikah
balasannya…” Makin deras, Abu Salim tak mampu membendung derai air matanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar