#SerialKepahlawanan Anis
Matta
![](https://scontent-sin1-1.xx.fbcdn.net/hphotos-xta1/v/t1.0-9/11150158_443824829120490_1062738292664782747_n.jpg?oh=c982ab995cafda8f0555fcdf0915a50a&oe=560FBE0D)
Jangan pernah menyangka bahwa seseorang pahlawan selalu
meraih prestasi-prestasinya dengan mulus, atau bahkan tidak pernah mengenal
kegagalan. Kesulitan-kesulitan adalah rintangan yang diciptakan oleh sejarah
dalam perjalanan menuju kepahlawanan. Karena itu, peluang kegagalan sama
besarnya dengan peluang keberhasilan. “Kalau bukan karena kesulitan, maka semua
orang akan menjadi pahlawan,” kata seorang penyair Arab, Al-Mutanabbi.
Membebaskan konstantinopel bukanlah pekerjaan mudah bagi
seorang pemuda berusia 23 tahun setangguh Muhammad Al-Fatih Murad. Pembebasan
pusat kekuasaan Imperium Romawi itu, kata orientalis Hamilton gibb, adalah
mimpi delapan abad dari kaum muslimin. Semua serangan gagal meruntuhkan
perlawanan kota itu sepanjang abad-abad itu. Dan serangan-serangan awal
Muhammad Al-Fatih Murad juga mengalami kegagalan. Kegagalan itu sama dengan
kegagalannya sebagai pemimpin negara, ketika pada usia 16 tahun ayahnya
menyerahkan kekuasaan kepadanya.
Akan tetapi, bila Muhammad Al-Fatih kemudian berhasil
merebut kota itu, kita memang perlu mencatat pelajaran ini: “Bagaimana seorang
pahlawan dapat melampaui kegagalan-kegagalannya dan merebut takdirnya sebagai
pahlawan?”
Rahasia pertama adalah mimpi yang tidak selesai. Kegagalan
adalah perkara teknis bagi sang pahlawan. Kegagalan tidak boleh menyentuh
sedikit pun wilayah mimpinya. Mimpi tidak boleh selesai karena kegagalan. “Dan
tekad seperti ini akan merubah rintangan dan kesulitan menjadi sarana mencapai
tujuan,” kata Said bin Al-Musayyib.
Begitulah, tekad mereka melampaui kegagalan, sampai
rintangan yang menghadang jalannya tak sanggup menatap tekadnya, maka ia
tunduk, lalu memberinya jalan menuju penghentian terakhir dari mimpinya. “Kalau
tekad seseorang benar adanya, maka jalan menuju tujuannya pastilah jelas,” kata
pepatah Arab.
Rahasia kedua adalah semangat pembelajaran yang konstan.
Seorang pahlawan tidak pernah memandang dirinya sebagai Superman atau Malaikat.
Ia tetaplah manusia biasa. Dan kegagalan merupakan bagian dari tabiat kehidupan
manusia, maka ia “memaafkan” dirinya untuk kegagalan itu. Namun, ia tidak
berhenti sampai disitu. Kegagalan adalah objek pengalaman yang harus
dipelajari, untuk kemudian dirubah menjadi pintu kemenangan. Demikianlah
seharusnya kita mendefenisikan pengalaman: bahwa ia adalah investasi
pembelajaran yang membantu proses penyempurnaan seluruh faktor keberhasilan
dalam hidup.
Rahasia ketiga adalah kepercayaan pada waktu. Setiap
peristiwa ada waktunya, maka setiap kemenangan ada jadwalnya. Ada banyak
rahasia yang tersimpan dalam rahim sang waktu, dan biasanya tidak tercatat
dalam kesadaran kita. Akan tetapi, para pahlawan biasanya mempunyai cara lain
untuk mengenalinya, atau setidaknya meraba-rabanya, yaitu firasat. Mereka
“memfirasati zaman” walaupun ia mungkin benar mungkin salah, tetapi ia berguna
untuk membentuk kecendrungannya. Firasat bagi mereka adalah faktor rasional.
Perhitungan-perhitungan rasional harus tetap ada, tetapi keputusan untuk melangkah
pada akhirnya bersifat intuitif. Begitulah akhirnya takdir kepahlawanan
terjembatani dengan firasat untuk sampai ke kenyataan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar