Kamis, 22 Desember 2016

Hikmah Dari Pekerjaan Para Nabi & Rasul Yang Menggembala Kambing


~ Ibnu Hajar rahimahullah berkata, para ulama berkata, “Hikmah di balik penggembalaan kambing sebelum masa kenabian tiba adalah agar mereka terbiasa mengatur kambing yang nanti dengan sendirinya akan terbiasa menangani problematika manusia.”[Fathu Al Bari 1/144]

Para nabi berprofesi sebagai penggembala kambing semenjak kecil, agar mereka menjadi penggembala manusia pada waktu mereka besar. Sebagaimana Musa dan Muhammad serta para nabi lainnya shalawatullahi ‘Alaihim wa Salamuh, pada awal kehidupan mereka telah berhasil menjadi penggembala kambing yang baik, agar mengambil pelajaran setelah keberhasilan mengendalikan binatang ternak menuju keberhasilan mengurus anak cucu Adam dalam mengajak, memperbaiki dan mendakwahi mereka.[1] Agar sang da’i bisa sukses dalam berdakwah, maka perlu memiliki pengetahuan tentang pentingnya kesinambungan dan praktik secara langsung.

~ Dalam pekerjaan mengembala kambing terdapat pelajaran membiasakan diri untuk sifat menyantuni dan mengayomi. Tatkala mereka bersabar dalam mengembala dan mengumpulkannya setelah terpencar di padang gembalaan, mereka mendapat pelajaran bagaimana memahami perbedaan tabiat umat, perbedaan kemampuan akal. Dengan perbedaan tersebut maka yang membangkang mesti ditindak tegas dan yang lemah mesti disantuni.

Hal ini memudahkan bagi yang memiliki pengalaman seperti itu untuk menerima beban dakwah dibandingkan yang memulai dari langsung dari awal. Itulah awal pembelajaran bagi para Nabi dengan cara menghadapi tabiat yang berbeda, ada yang lemah, ada yang pincang dan bermaksud mendaki gunung, ada yang tidak mampu untuk melintasi lembah. Dari situ, dia mempelajari bagaimana meraih keinginan yang beragam sebagai pengantar untuk mengenal manusia dengan tujuan dan maksud yang juga beragam. [2]

~ Para Nabi mengembala kambing semenjak mereka kecil dan mereka menyandarkan kehidupan mereka melalui usaha mereka, memberikan pesan tentang pentingnya seorang da’i menggantungkan dirinya kepada Allah dan tidak menggantungkan hidupnya pada belas kasian orang lain.

Jika seorang menyandarkan dirinya kepada orang lain, maka anak terjadi basa basi, sementara dakwah tidak mengenal basa basi, dan seorang da’i mesti menjauhkan dirinya dari pemberian dan sedekah orang lain. Manusia tidak akan menerima dakwah orang yang pernah suatu hari menerima sedekah dan belas kasihannya, kemudian hari yang lain, dia menasehatinya dan memperingatinya agar tidak terlena dengan dunia. Oleh karena itu, rezeki Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menjadi pembicaraan orang Quraisy, Rasulullah hidup di antara mereka dengan tidak meminta belas kasihan mereka, hal yang menyebabkan mereka setelah itu mengungkit jasa dan kebaikan mereka.



 ====
Copas

http://www.kisahislam.net/2015/10/12/hikmah-dari-pekerjaan-setiap-para-nabi-rasul-yang-menggembala-kambing/

Sabtu, 17 Desember 2016

Laki-Laki Soleh dan Pemabuk

Pada suatu ketika, nabi Musa akan menemui Allah di bukit Sinai. Seorang yang sangat saleh mengetahui hal tersebut dan mendatangi nabi Musa. Ia berkata, “Wahai nabi Allah, selama hidup ini saya telah berusaha menjadi orang yanga baik dengan shalat, puasa, haji dan kewajiban beragama lainnya. Saya banyak menderita karenanya, namun itu tak masalah. Saya hanya ingin tahu apa yang Allah akan berikan kepadaku nanti. Tolong tanyakan kepadaNya”

Nabi Musa menyanggupi permintaan salah satu orang saleh tersebut lalu meneruskan perjalanan menuju bukit Sinai. Di tengah perjalanan, beliau terhenti karena ada pemuda pemabuk di pinggir jalan. Pemuda itu bertanya akan kemana nabi Musa. Ketika nabi Musa menjawab akan bertemu Allah di bukit Sinai, pemabuk itu berkata:

“Aku adalah peminum, aku tidak pernah shalat, tidak puasa, atau amalan shaleh lainnya, tanyakan kepada Allah apa yang dipersiapkan untukku oleh-Nya nanti.”

Nabi Musa menyanggupi permintaan yang cukup aneh tersebut untuk menyampaikannya kepada Allah. Sekembalinya dari Sinai, ia menyampaikan jawaban Allah untuk orang saleh tersebut. Allah memberikan pahala besar dan hal yang indah-indah. Si orang saleh tersebut menanggapi biasa saja dan ia mengatakan bahwa ia telah menduga hal tersebut. Sedangkan ketika bertemu si pemabuk, nabi Musa menyampaikan bahwa pemuda itu akan diberikan tempat yang paling buruk. Ketika mendengar ucapan nabi Musa, pemabuk itu berdiri dan justru menari-nari dengan riang gembira.

Nabi Musa pun heran, kenapa pemabuk itu justru gembira, padahal ia dijanjikan tempat yang paling buruk. Beliau bertanya kepada pemabuk itu, ada apa gerangan hingga segembira itu.

“Alhamdulillah. Saya tidak peduli tempat mana yang telah Tuhan persiapkan bagiku. Aku senang karena Tuhan masih ingat kepadaku. Aku pendosa yang hina-dina. Aku dikenal Tuhan! Aku kira tidak seorang pun yang mengenalku,” jawab pemabuk itu dengan rasa bahagia yang terpancar di wajahnya.

Namun setelah beberapa waktu, nasib keduanya pun berubah, justru orang yang saleh berada di neraka dan si pemabuk berada di surga. Nabi Musa yang takjub bertanya kepada Allah, demikian jawaban Allah:

“Orang yang pertama dengan segala amal salehnya tidak layak memperoleh anugerah-Ku karena anugerah tidak dapat dibeli dengan amal saleh. Orang kedua itu membuatKu senang karena ia senang dengan apapun yang Aku berikan kepadanya. Senangnya karena pemberian-Ku menyebabkan Aku senang kepadanya”

Dari cerita diatas, ada beberap hal yang bisa kita pahami. Bukan berarti seorang yang tidak taat beribadah bisa masuk surga, sama sekali bukan itu. Namun sikap bersyukurlah yang disukai oleh Allah. Selain itu sikap berpuas diri dan menganggap diri pantas menerima anugrah dari Allah justru dapat menjerumuskan kita kepada api neraka karena sama saja memperjualbelikan amal ibadah kita dengan balasan dari Allah. Demikian dalam suatu cerita pasti terkandung hikmah bagi orang-orang yang mau berpikir.



 =====
Copas

http://ceritaislami.net/cerita-kisah-orang-saleh-dan-pria-pemabuk/

Rabu, 14 Desember 2016

Fitnah Bulu Kemoceng

"Apakah di rumahmu ada kemoceng?" Tanya seorang Ustadz pada seorang pemuda.

"Ada, ya Ustadz," jawab pemuda itu.

"Pulanglah. Besok kemarilah lagi dan bawa kemoceng itu. Kau harus berjalan kaki. Dalam perjalananmu, cabutilah bulu-bulu kemoceng itu, lalu buanglah di sepanjang perjalananmu kemari, satu helai demi satu helai."

"Baik Ustadz." Pemuda itu pun pulang. Dan keesokan harinya, dia pun kembali lagi menemui Ustadz tersebut.

"Wahai ustadz, aku sudah mengikuti semua yang engkau perintahkan kemarin. Aku ke sini berjalan kaki. Dan semua bulu kemoceng ini sudah dicabuti dan dibuang seperti perintahmu."

"Bagus. Sekarang pulanglah. Tapi, dalam perjalanan pulang, kumpulkan kembali semua bulu-bulu kemoceng yang kau buang tadi. Besok kembalilah lagi."

"Baik Ustadz". Dia sungguh tidak mengerti, apa maksud Ustadz ini memerintahkan ini dan itu.

Ada beberapa pertanyaan muncul. Namun pertanyaan terbesar adalah, apa pelajaran yang sedang diajarkan oleh Ustadz itu kepadanya. Dia pun pulang. Dalam perjalanan pulang, dia mulai melaksanakan perintah Ustadz itu: mengumpulkan kembali bulu-bulu kemoceng yang dibuangnya. Sungguh bukan pekerjaan ringan. Karena bulu mudah tertiup angin. Terbang dan berpindah ke sana kemari, tanpa dia tahu ke mana arah yang dituju. Di mana tempat yang disinggahi. Usaha untuk mencari sudah sangat maksimal. Dia pun menghitung, waktu yang dibutuhkan untuk pulang ternyata jauh lebih lama daripada waktu untuk berangkat. Dia pun pulang dengan perasaan sedih, lelah, dan penuh tanda tanya. Sampai akhirnya, esok menjelang. Dia harus kembali menemui sang Ustadz.

"Bagaimana, sudah terkumpul semua?"

"Tidak Ustadz. Dari sekitar 500 helai yang saya buang saat berangkat, ternyata hanya ada 5 helai yang bisa saya kumpulkan kembali."

*****

Perumpamaan pada ilustrasi diatas adalah fitnah itu bagaikan bulu kemoceng. Satu fitnah disebar, seperti membuang satu helai bulu kemoceng. Kemudian terbawa angin, terbang tak tentu arah, menuju ke tempat yang tidak kita tahu. Hinggap dari satu tempat, kemudian terbang ke tempat lain dengan membawa berita yang sama: FITNAH. Kita tidak tahu bagaimana cara meluruskannya. Karena kita juga tidak tahu sudah sampai mana dan ke mana menyebarnya. Menyesal sudah tidak ada guna, walau yang difitnah sudah memaafkan. Tapi fitnah sudah menjadi fakta pergunjingan, yang sebarannya eksponensial. Ditambah bumbu dengki, maka tak ayal fitnah mudah disebar. Apalagi ditambah juga dengan bumbu kepentingan, maka fitnah sering dijadikan senjata. Pada intinya sama, kita tidak tahu bagaimana meluruskannya.

Allah sendiri menyebut fitnah lebih kejam dari pembunuhan. Tapi, kisah diatas mungkin bisa menjadi ilustrasi. Ketika kita memfitnah seseorang dengan menyebarkan kabar tidak benar tentangnya ke satu atau dua orang. Awalnya satu, dua, lalu menjadi empat, delapan, enambelas orang dan seterusnya. Maka pada saat itu kita sedang membunuhnya secara perlahan dan sadis. Menganggapnya ada padahal tidak ada. Membuatnya menanggung dosa yang tidak dilakukannya. Sampai akhirnya dia berpikir untuk tidak ingin hidup lagi. Semua mata memandangnya seperti seorang penjahat yang layak dibunuh. Sadis dan kejam.

Tanpa kita sadar, terkadang kita juga berperan seperti 'penerbang' bulu kemoceng. Yang membuat situasi menjadi kian parah. Kita menyebarluaskan fitnah. Dengan mudahnya jari jemari ini menekan tombol LIKE, COMMENT, atau SHARE dari sebuah tautan yang tidak kita ketahui kebenaran informasinya, kevalidan datanya, atau keshahihan sumber/sanadnya. Kita juga terlalu mudah mempercayai berita, di media sosial utamanya. Walau belum yakin kebenarannya, tapi karena sesuai dengan pandangan berpikir dan standar kita tentang baik dan buruk, benar dan salah, tetap saja kita menyebarluaskannya. Terlalu banyak tautan yang masih diragukan kebenaran atau kebaikannya, atas dasar kesesuaian selera, runtuhlah logika berpikir kita.

*****

Semoga kita semakin cerdas dan berhati-hati dalam menerima atau bahkan menulis/menyampaikan berita. Khawatir menjadi fitnah atau menyebarkan fitnah yang sudah ada sebelumnya. Semoga kita menjadi lebih bijak dalam menerima informasi atau menyebarkan informasi karena akan ada orang lain yang akan 'mati' bukan karena dibunuh melainkan terpaksa menahan beban yang tidak seharusnya dia tanggung.



 =====
Copas

https://kisah-yang-penuh-hikmah.blogspot.co.id/2016/06/fitnah-bulu-kemoceng.html#more

Selasa, 13 Desember 2016

Bahaya Manusia Bermuka Dua

Nabi SAW mengecam orang yang bermuka dua sebagai orang yang termasuk dalam orang-orang terburuk di sisi Allah.

Imam Muslim Rahimahullahmeriwayatkan dari Yahya bin Yahya, dari Malik, dari Abu Az-Zinad, dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

“Sesungguhnya, termasuk orang yang paling buruk adalah orang bermuka dua yang mendatangi mereka dengan satu muka dan mendatangi yang lain dengan muka lain.”

Dalam riwayat lain disebutkan, “Sesungguhnya termasuk orang terburuk di sisi Allah pada Hari 
Kiamat, adalah orang yang bermuka dua.” (HR. At-Tirmidzi dari Abu Hurairah)

Maksud “orang yang bermuka dua” dalam sabda Nabi di atas, yaitu orang yang menyembunyikan apa yang ada di dalam hatinya ketika bertemu dengan seseorang atau sekelompok orang yang dia musuhi dengan mengatakan perkataan atau sikap yang berbeda dengan apa yang disimpan dalam hatinya. 

Bagaimanapun, orang yang bermuka dua adalah orang yang sangat berbahaya. Sebab, dia adalah musuh dalam selimut yang sulit dideteksi atau dibuktikan.

Dalam sejarah Islam, yang dimaksud dengan orang bermuka dua ini adalah orang-orang munafik yang mengaku beriman manakala mereka bersama-sama dengan kaum mukminin. Tetapi, ketika kembali kepada kelompoknya, mereka kembali lagi kepada kekufurannya. Mereka ini lebih berbahaya daripada orang kafir yang jelas-jelas menampakkan kekafirannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur`an, “Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan, ‘Kami telah beriman.’ Dan jika mereka kembali kepada setan-setan mereka, mereka mengatakan, ‘Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok’.” (Al-Baqarah: 14)

Khusus untuk orang-orang munafik yang hanya menampakkan keimanan pada lahiriyah saja, sementara dalam hatinya mereka menyembunyikan kekufuran; Allah sangat mencela sikap mereka dan mengancam mereka dengan siksaan-Nya yang pedih di dalam neraka. Allah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut nama Allah kecuali sedikit sekali.

Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman dan kafir); tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak pula kepada golongan itu (orang-orang kafir). Barangsiapa yang disesatkan Allah, maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya.

” Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu). Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka.” (An-Nisaa`: 142-145)

Namun demikian, yang dimaksud dengan mempunyai dua muka dalam hadits ini bukanlah munafik dalam arti kata sesungguhnya. Melainkan seorang muslim yang kondisinya seperti orang munafik, atau dia memiliki sifat seperti sifatnya orang munafik. Imam Al-Qurthubi berkata, “Sesungguhnya yang menyebabkan orang yang mempunyai dua muka ini menjadi orang terburuk adalah karena kondisinya seperti orang munafik. Dia senang melakukan perbuatan batil dan dusta. Dia senang membuat orang lain saling bermusuhan.”

Imam An-Nawawi berkata, “Yang dimaksud dengan orang bermuka dua ini, yaitu orang yang datang kepada satu kelompok dengan menampakkan seolah-olah dirinya berada di pihak mereka dan berseberangan dengan pihak lawannya. Tetapi dalam waktu yang sama, dia juga datang kepada kelompok lain dan melakukan hal yang serupa.” Dalam konteks sekarang, orang seperti ini barangkali bisa disebut sebagai oportunis. Orang yang selalu mencari selamat dan tidak mempunyai idealisme.

Nabi bukan hanya mengecam orang yang bermuka dua ini sebagai orang yang termasuk dalam jajaran orang-orang terburuk di sisi Allah, melainkan beliau juga mengancam mereka dengan neraka! 

Dalam sebuah hadits disebutkan, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa yang mempunyai dua muka di dunia, maka pada Hari Kiamat kelak dia akan diberi dua mulut dari api neraka.” (HR. Abu Dawud dan Ad-Darimi dari Ammar bin Yasir)[5]
Jika seseorang diancam akan diberi dua mulut dari api neraka, artinya orang tersebut pun diancam akan dimasukan ke dalam neraka! Al-Alqami mengatakan, “Orang yang bermuka dua ini diberi dua mulut oleh Allah kelak ketika di neraka, karena dulu saat di dunia dia suka mendatangi dua kelompok berbeda dengan muka yang berbeda pula. Setiap kali datang kepada satu kelompok, dia mengatakan sesuatu yang berbeda dengan apa yang dikatakannya kepada kelompok lain. Dia mempunyai dua mulut. Maka Allah pun membuatkan dua mulut baginya di neraka.” Wallahu a’lam 

Oleh : Abduh Zulfidar Akaha

 =====
Copas

https://www.eramuslim.com/hikmah/tafakur/bahaya-orang-bermuka-dua.htm

Senin, 12 Desember 2016

Seorang Guru dan 3 Muridnya


Pada suatu hari ada seorang guru bijak yang memiliki 3 murid terbaik, dia memberikan sebuah pertanyaan kepada muridnya. Pertanyaan tersebut merupakan sebuah pertanyaan yang amat penting bagi ketiga murid tersebut, karena jawaban dari pertanyaan tersebut menentukan siapa yang kelak tepat untuk menggantikan sang guru. Berikut ini Kisah Seorang Guru Bijak dan 3 Muridnya!

Kisah seorang guru bijak

Disebuah desa, tinggal seorang guru bijak yang sudah tua, Dia mencari seseorang yang dapat menggantikannya untuk dapat meneruskan menjadi seorang guru untuk mengajari kebaikan bagi murid muridnya. Ada 3 murid terbaik yang dipilih untuk menjadi calon penggantinya.

Dalam memilih siapa yang pantas untuk menggantikan guru bijak tersebut, Ke 3 murid tersebut di beri tantangan oleh sang guru untuk menjawab sebuah pertanyaan. Pertanyaan tersebut ialah “Apakah makna kekayaan bagi manusia?”

Untuk menjawab pertanyaan itu, sang guru kemudian mempersilahkan ke 3 muridnya tersebut untuk pergi berkelana mencari jawaban dari pertanyaan tersebut.
Setelah 3 tahun pergi merantau naik turun gunung melewati kampung ke kampung dan juga dari kota ke kota untuk mencari sebuah jawaban yang diberikan oleh gurunya, ke 3 murid akhirnya kembali. 

Karena kini sudah tiba bagi para murid tersebut untuk menjawab pertanyaan dari sang guru.
Kemudian sang guru mempersilakan kepada muridnya satu persatu untuk memberikan jawaban dari pertanyaan yang sudah diberikan.

Jawaban Murid Pertama

Murid pertama menjawab: “Wahai guruku, setelah 3 tahun muridmu ini merantau, Menurutku jawaban dari makna kekayaan bagi manusia adalah akar dari kejahatan. Dalam perjalanan, saya banyak menjumpai banyak manusia yang rela melakukan berbagai hal untuk memperoleh kekayaan. 

Mereka banyak melakukan kejahatan dengan kecurangan, melakukan tipu muslihat, perampokan bahkan mereka tega melakukan pembunuhan untuk dapat memperoleh kekayaan. Dan bahkan setelah mereka meraih kekayaan, banyak dari mereka kemudian menggunakan kekayaan yang didapat tersebut untuk melakukan berbagai perbuatan yang tidak baik. Banyak dari mereka menggunakan kekayaan tersebut untuk berjudi, mabuk-mabukan serta berzina. Wahai guruku menurut kesimpulan dari pengamatan saya tidak ada kebaikan sedikitpun dari kekayaan”.

Sang Guru: “Oh pengamatanmu sungguh sangat menarik sekali muridku. Lalu bagaimana menurutmu apa yang seharusnya kita lakukan?”

Murid Pertama: “Menurut pendapatku manusia harus menjauhkan diri dari kekayaan karena kekayaan adalah sumber dari kejahatan. Agar diri kita dapat selalu dekat dan juga ingat kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita harus hidup jauh dari kekayaan. Kita harus selalu dekatkan diri kita kepada Yang Maha Esa dan tinggalkan lah ikatan keduniawian seperti kekayaan. Karena kita perlu memurnikan hati kita dengan meninggalkan hal-hal yang dapat membuat hati kita berpaling kepada selain Tuhan Yang Maha Esa.”

Sang Guru tersenyum dan kemudian berkata: “Engkau sungguh memiliki kemuliaan wahai muridku. Aku bangga padamu.”

Sang Guru : “Murid kedua! sekarang giliranmu, apa jawabanmu tentang makna kekayaan bagi manusi?”

Jawaban Murid Kedua

Murid Kedua menjawab, “Murid Mohon maaf Guru, Saya memiliki pendapat berbeda dengan yang disampaikan murid pertama. Selama perjalananku, Saya telah banyak berjumpa dengan raja dan juga saudagar kaya mereka sungguh dermawan guru. Mereka menggunakan kekayaan mereka untuk membangun tempat ibadah, menyantuni anak yatim, mereka memberi makanan serta membangun tempat tinggal untuk orang miskin dan mereka juga menolong orang orang yang sedang kesusahan. 

Mereka telah mencari kekayaan yang sangat banyak, kemudian kekayaan tersebut digunakan untuk melakukan kebaikkan kebanyak orang. Jadi menurut kesimpulan saya, bahwa kekayaan merupakan sumber dari kebaikan, karena dengan kekayaan dapat membuat manusia membawa kebaikan untuk dapat memberi serta membantu orang orang yang sedang mengalami kesusahan.”

Sang Guru: “Sungguh pengamatan yang luar biasa muridku. Lalu menurutmu apa yang seharusnya dapat kita lakukan?”

Murid Kedua: “Menurutku mencari kekayaan itu penting untuk manusia. Karena ketika kekayaan sudah didapat oleh manusia, maka tentu manusia bisa menjalani kehidupan yang lebih baik, dengan kekayaan tersebut dia dapat melakukan hal hal yang baik, ia dapat menyekolahkan anaknya agar memperolah pendidikan yang baik, Dia juga dapat beribadah dengan tenang tanpa harus memikirkan kekurangan uang untuk makan keluarganya, Ia juga dapat pergunakan uang tersebut untuk menolong keluarga, bersedekah dan juga membantu sesama manusia yang sedang membutuhkan. Oleh karena itu manusia tidak boleh hidup dalam kemiskinan Guru. Kita harus berupaya dengan segenap kemampuan agar manusia bisa memperoleh kekayaan serta terbebas dari kemiskinan. Itulah pendapatku, Guru!

Sang Guru tersenyum dan berkata: “Engkau merupakan samudera kebijaksanaan wahai muridku. Aku sungguh bangga kepadamu!”

Sang Guru kemudian berpaling ke Murid Ketiga:

“Murid ketiga! Sekarang giliranmu, Bagaimana menurutmu tentang makna kekayaan bagi manusia?”
Jawaban Murid Ketiga

Murid Ketiga pun bercerita, “Guru, selama merantau diperjalanan aku telah berjumpa dengan banyak orang kaya yang baik hati, akan tetapi banyak juga orang kaya yang jahat. Murid juga bertemu dengan orang miskin yang baik hati, akan tetapi banyak juga orang miskin yang jahat. Murid juga berjumpa dengan orang kaya yang taat beribadah dan juga selalu ingat pada Tuhan nya, akan tetapi ada juga orang kaya yang lupa dengan Tuhan. Seperti halnya orang kaya, murid juga banyak bertemu orang miskin yang selalu ingat pada Tuhan, tetapi ada juga orang miskin yang melupakan Tuhan nya.

Sang Guru tersenyum: “Jadi apa maksudmu muridku, apa makna kekayaan bagi manusia?”

Murid Ketiga: “Menurut pendapatku, ternyata kekayaan hanyalah sekedar alat. Karena pada dasarnya semuanya akan kembali kepada manusia itu sendiri. Manusia yang memiliki tujuan hidup yang baik, tentu akan menggunakan kekayaan tersebut sebagai alat untuk ia mewujudkan kebaikan. Dan sebaliknya, ketika manusia tidak memiliki tujuan yang tidak baik, maka kekayaannya akan digunakan untuk hal hal yang tidak baik juga. Demikian maksud murid, Guru.”

Sang Guru: “Lalu menurutmu apa yang seharusnya dilakukan?”

Murid Ketiga: “Manusia haruslah mengetahui kemana ia akan menuju. Dengan mengetahui kemana ia akan menuju, maka apapun yang dimilikinya di dunia ini merupakan sebuah alat, bukan tujuan. Termasuk kekayaan.”
Sang Guru: “Lalu hendak kemanakah manusia menuju?”

Murid Ketiga: “Manusia merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu seharusnya kesanalah semua manusia menuju. Jika manusia sudah menyadari tujuannya, maka kekayaan yang dimiliki dapat menjadi kendaraannya untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Namun jika sebaliknya, maka tentu kekayaan juga dapat membuat manusia menjauh dari Tuhan Yang Maha Esa.”
Sang Guru tersenyum kemudian berkata: “Wahai Muridku, sungguh engkau merupakan sumber kebijaksanaan dan juga samudera pengetahuan.1 Sekarang engkau adalah Guru baru di perguruan ini.”

Dan serentak kedua murid lainnya, Memberi hormat pada Murid Ketiga yang sekarang terpilih menjadi guru baru diperguruannya.


 =====
Copas

http://www.sipolos.com/kisah-seorang-guru-bijak/

Pentingnya Hal Sepele

Ketika pulang tugas audit dari surabaya Kereta Argo angrek yang saya tumpangi dari Stasiun Pasar turi surabaya perlahan-lahan memasuki stasiun Jatinegara. Para penumpang yang akan turun di Jatinegara saya lihat sudah bersiap-siap di depan pintu, karena sudah di jemput oleh keluarga. suasana jatinegara penuh sesak seperti biasa.

Sementara itu, dari jendela, saya lihat beberapa orang porter/buruh angkut berlomba lebih dulu masuk ke kereta yang masih melaju. Mereka berpacu dengan kereta, persis dengan kehidupan mereka yang terus berpacu dengan tekanan kehidupan kota Jakarta. Saat kereta benar-benar berhenti, kesibukan penumpang yang turun dan porter yang berebut menawarkan jasa kian kental terasa. Sementara di luar kereta saya lihat kesibukan kaum urban yang akan menggunakan kereta. Mereka kebanyakan berdiri,karena fasilitas tempat duduk kurang memadai. Sebuah lagu lama PT. KAI yang selalu dan selalu diputar dengan setia.

Tiba-tiba terdengar suara anak kecil membuyarkan keasyikan saya mengamati perilaku orang-orang di Jatinegara. Saya lihat seorang bocah berumur sekitar 10 tahun berdiri disamping saya. Kondisi fisiknya menggambarkan tekanan kehidupan yang berat baginya.

Kulitnya hitam dekil dengan baju kumal dan robek-robek disana-sini. Tubuhnya kurus kering tanda kurang gizi. “Ya?” Tanya saya kepada anak itu karena saya tadi konsentrasi saya melihat orang-orang di luar kereta. “Maaf, apakah air minum itu sudah tidak bapak butuhkan ?” katanya dengan penuh sopan sambil jarinya menunjuk air minum di atas tempat makanan dan minum samping jendela. 

Pandangan saya segera mengikuti arah telunjuk si bocah. Oh, air minum dalam kemasan gelas dari katering kereta yang tidak saya minum. Saya bahkan sudah tidak peduli sama sekali dengan air itu. Semalam saya hanya minta air minum dalam kemasan gelas untuk jaga-jaga dan menolak nasi yang diberikan oleh pramugara. Perut saya sudah cukup terisi dengan makan di rumah.

“Tidak. Mau ? Nih…” kata saya sambil memberikan air minum kemasan gelas kepada bocah itu. 

Diterimanya air itu dengan senyum simpul. Senyum yang tulus.
Beberapa menit kemudian, saya lihat dari balik jendela kereta, bocah tadi berjalan beririringan dengan 3 orang temannya. Masing-masing membawa tas kresek di tangannya. Ke empat anak itu kemudian duduk melingkar dilantai emplasemen. Mereka duduk begitu saja. Mereka tidak repot-repot membersihkan lantai yang terlihat kotor. Masing- masing kemudian mengeluarkan isi tas kresek masing-masing.

Setelah saya perhatikan, rupanya isinya adalah “harta karun” yang mereka temukan di atas kereta. Saya lihat ada roti yang tinggal separoh, jeruk medan, juga separuh; sisa nasi catering kereta, dan air minum dalam kemasan gelas !

Selanjutnya dengan rukun mereka saling berbagi “harta karun” temuan mereka dari kereta. Saya lihat bocah paling besar menciumi nasi bekas catering kereta untuk memastikan apakah sudah basi atau belum. Tanpa menyentuh sisa makanan, kotak nasi itu kemudian disodorkan pada temannya. Oleh temannya, nasi sisa tersebut juga dibaui. Kemudian, dia tertawa dengan penuh gembira sambil mengangkat tinggi-tinggi sepotong paha ayam goreng. Saya lihat, paha ayam goreng itu sudah tidak utuh. Nampak jelas bekas gigitan seseorang.

Tapi si bocah tidak peduli, dengan lahap paha ayam itu dimakannya. Demikian juga makanan sisa lainnya. Mereka makan dengan penuh lahap. Sungguh, sebuah “pesta” yang luar biasa. Pesta kemudian diakhiri dengan berbagi air minum dalam kemasan gelas !

Menyaksikan itu semua, saya jadi tertegun. Saya lihat sendiri persis di depan mata, potret anak-anak kurang beruntung yang mencoba bertahan dari kerasnya kehidupan. Nampaknya hidup mereka adalah apa yang mereka peroleh hari itu. Hidup adalah hari ini. Esok adalah mimpi dan misteri.
Cita-cita ?
Masa Depan ? Lebih absurd lagi.

Bagi saya pribadi, pelajaran berharga yang saya petik adalah, bahwa saya harus makin pandai bersyukur atas segala rejeki dan nikmat yang diberikan oleh Tuhan. Dan tidak lagi memandang sepele hal yang nampak sepele, seperti misalnya: air minum kemasan gelas. Karena bisa jadi sesuatu yang bagi kita sepele, bagi orang lain sangat berarti.
Gani


 =====
Copas

https://virouz007.wordpress.com/2011/01/22/pentingnya-hal-yang-sepele/

Pantun Anti Korupsi

Oleh ANIN

Barus Kota Al Fansuri
Dimana Islam jadi jati diri
Tahu kah Apa yang merusak negeri
Tuan dan Puan yang korupsi tak berhenti

Tudung saji tak berisi.
Cukuplah Sambal terasi.
Untuk apa tuan jadi Pejabat negeri.
Bila akhirnya tuan di penjara karena Korupsi

Debur ombak mengusik pagi
Indah pantai bermandi mentari
Tuan mengaku Bersih tak korupsi
Nama tuan muncul di rente Reklamasi

Desa kecil bernama Salahaji
Desa Asri yang kini tak sama lagi
Tuan puan mari rawat toleransi nan asli
Kita Berjamaah Lawan korupsi

Poncan ketek Indah sekali
Adik rancak pintar mengaji
Kekuatan sejati adalah nurani
Pemuda hebat lawan korupsi

Angkuh sekutu tewas mallaby
Gelora takbir kuatkan hati
Angkuh Kuasa Paksa Reklamasi
Duit Tuan membungkam hati Nurani

Kue Talam menggoda tersaji
Wak Bujang sang perayu hati
Hidup nista gadai nurani
Hidup bermartabat tanpa korupsi

Dendang melayu penuh arti
Merdu irama petikan kecapi
Toleransi adalah genetika Anak negeri
Tuan Korupsi merusak  keadaban negeri

Kue timpan manis tersaji
Dara manis pergi mengaji
Ingatlah selalu Pesan Nabi
Tak diterima Amal dari uang korupsi

Tuan berpantun tanda melayu
Jangan takut terdengar kaku
Mari Kita jaga diri selalu
Dari korupsi yang datang Merayu



Pinang. Jum'at, 9 Desember 2016
Selamat Hari Antikorupsi Dunia


 =====
Copas

http://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/puisi-sastra/16/12/11/ohypc1354-pantun-antikorupsi

Minggu, 11 Desember 2016

Kisah 3 Orang Tukang Bangunan

Di sebuah desa kecil ada seorang anak yang sedang berjalan melintasi lokasi yang akan dibangun sebuah sekolah. Anak itu melihat ada 3 orang yang sedang bekerja disana.

"Pak, sedang mengerjakan apa?" tanya anak itu kepada tukang pertama.

"Kamu bisa lihat sendiri, saya ini seorang tukang, saya sedang mengerjakan pekerjaan saya sebagai tukang bangunan" jawabnya.

Lalu anak itu menanyakan pertanyaan yang sama kepada tukang kedua "Pak, sedang mengerjakan apa?"

"Saya sedang membantu sekolahan ini membuat gedung sekolah." jawab tukang kedua.

Lalu anak itu juga menanyakan pertanyaan yang sama kepada tukang ketiga "Pak, sedang mengerjakan apa?"

Tukang ketiga menjawab, "Saya sedang membangun mimpi anak-anak di desa ini supaya mereka berani bermimpi lebih tinggi dan meraih cita-citanya, sehingga mereka membawa manfaat di masyarakat."

-------------------

Kawan, itulah visi.. kita mungkin melakukan hal yang sama persis dengan rekan kerja kita, kita mungkin melakukan bisnis yang sama dengan rekan maupun pesaing-pesaing kita. Tapi milikilah visi yang jauh didepan sana dan mampu menggetarkan jiwa bagi siapa saja yang mendengarnya.

Tanyakan kepada diri kita sendiri, apakah pekerjaan yang kita lakukan saat ini hanya untuk mengisi perut bulan depan?

Terlebih ibadah kita, apakah hanya untuk menggugurkan kewajiban? ataukah kita memiliki visi yang jauh untuk di akhirat nanti?

--------------

 copas
http://www.kisahinspirasi.com/2016/04/kisah-3-orang-tukang-bangunan.html

Jebakan Tikus

Pada satu  malam, seekor tikus mengendap-endap di dalam dapur sebuah rumah keluarga petani. Betapa terkejut dia saat melihat sebuah bungkusan yang berisi satu kotak jebakan tikus. Hal tersebut tentu akan mengancam jiwanya. Dengan panik tikus itu berlari ke arah belakang rumah dan memberitahukan hal tersebut pada hewan peliharaan sang petani.

"Hati-hati, ada jebakan tikus... ada jebakan tikus..." ujar sang tikus dengan suara kencang.

Ayam yang mendengar suara itu melengos kesal, "Ya ya ya... tapi itu masalahmu, tikus. Berhentilah berteriak, kau membuatku sakit kepala," ujar sang ayam dengan suara jengkel.

Dengan sedih, tikus itu berlari meninggalkan kandang ayam menuju kandang kambing. "Ada jebakan tikus di dalam sana, jebakan tikus..." ujar si tikus memperingatkan.

Apa yang terjadi? Kambing seolah tidak peduli dan mengatakan, "Wah, aku ikut sedih, tapi bukan urusanku," lanjutnya.

Tikus kembali sedih karena kambing tidak peduli. Tetapi dia tidak menyerah memberi peringatan bahwa ada bahaya. Tikus berlari ke arah kandang sapi. "Waspada, harap waspada, si petani punya jebakan tikus,"

Sang sapi malah tertawa kencang, "Astaga tikus, itu bukan urusanku, tidak perlu menyampaikan kabar yang tidak perlu," ujar sapi lalu kembali tertawa.

Akhirnya tikus kembali ke lubangnya dengan perasaan sedih, tak ada satu pun yang peduli dengan kata-katanya.

Pada malam berikutnya, jebakan tikus itu berhasil menangkap sesuatu. Saat dilihat, bukan tikus yang terperangkap, tetapi ular berbisa yang masuk ke dalam rumah. Parahnya, ular yang sudah hampir mati karena terjepit di jebakan tikus mematuk tangan istri sang petani.

Setelah mengalami pengobatan, istri petani tak kunjung membaik, dia demam sangat tinggi. Melihat hal itu, petani menyembelih ayamnya lalu dimasak menjadi sup ayam untuk menurunkan demam sang istri, tetapi usaha itu sia-sia, karena istri sang petani meninggal keesokan harinya.

Banyak tamu yang datang saat pemakaman, sehingga petani terpaksa menyembelih kambing miliknya untuk dijadikan sajian demi menghormati tamu yang hadir. Dan ternyata, tamu yang datang semakin banyak, petani tersebut memang punya banyak teman, sehingga dia menyembelih sapi untuk dijadikan sajian kepada tamu-tamu yang datang dan berduka cita.

Tikus sangat sedih karena teman-teman di peternakan telah habis. Padahal dia sudah memperingatkan teman-temannya agar waspada. Akhirnya mereka justru menjadi santapan para tamu yang datang.

Hikmah yang bisa diambil dari kisah inspirasi diatas antara lain :

  1. Bantulah sesama, kau tak pernah tahu kebaikan apa yang datang, ataupun keburukan apa yang terhindar dari kau membantu mereka...
  2. Jangan meremehkan sebuah keburukan yang menimpa saudaramu, jika kau biarkan, boleh jadi cepat atau lambat kau pun juga akan ditimpanya...



 =====
copas
http://www.kisahinspirasi.com/2012/09/kisah-inspirasi-jebakan-tikus.html

Selasa, 06 Desember 2016

Kendaraan Seorang Bijak

Matahari di padang pasir terasa membakar. Hanya sesekali angin bertiup, menerbangkan debu-debu yang memerihkan mata. Membuat seorang pemuda kerepotan mengarungi samudera pasir yang membentang luas. Namun, hatinya sedikit tenang. Unta yang di tungganginya masih muda dan kuat. Ia berharap kendaraannya ini sanggup untuk menempuh perjalanan yang jauh. Karena masih ada separuh perjalanan lagi yang harus ditempuh Sang Pemuda.

“Mudah - mudahan aku selamat sampai Makkah," katanya penuh harap. "Dan, segera melihat Baitullah yang selama ini aku rindukan.”

Panggilan rukun Islam kelima itulah yang telah membulatkan tekadnya mengarungi padang pasir yang terik.

Di tengah perjalanan, tiba - tiba Pemuda itu menatap tajam ke arah seseorang yang tengah berjalan sendirian di padang pasir.

'Kenapa orang itu berjalan sendiri di tempat seperti ini ?' tanya pemuda itu dalam hati. Sungguh berbahaya.

Pemuda tersebut menghentikan untanya di dekat orang itu. Ternyata, ia adalah seorang lelaki tua. Berjalan terseok - seok di bawah terik matahari. Lalu, Pemuda itu segera turun dari kendaraannya dan menghampiri.

“Wahai Bapak Tua, Bapak mau pergi ke mana ?” tanyanya ingin tahu.

“In syaa Allah, aku akan ke Baitullah,” jawab orang tua itu dengan tenang.

“Benarkah ?!” Pemuda itu terperanjat. Apa orang tua itu sudah tidak waras ? Ke Baitullah dengan berjalan kaki ?

“Betul Nak, aku akan melaksanakan ibadah haji,” kata orang tua itu meyakinkan.

“Maa sya Allah, Baitullah itu jauh sekali dari sini. Bagaimana kalau Bapak tersesat atau mati kelaparan ? Lagi pula, semua orang yang kesana harus naik kendaraan. Kalau tidak naik unta, bisa naik kuda. Kalau berjalan kaki seperti Bapak, kapan Bapak bisa sampai ke sana ?” Pemuda itu tercenung, merasa takjub dengan Bapak Tua yang ditemuinya.

Ia yang menunggang unta dan membawa perbekalan saja, masih merasa khawatir selama dalam perjalanan yang begitu jauh dan berbahaya. Siapapun tak akan sanggup menempuh perjalanan sejauh itu dengan berjalan kaki. Apa ia tidak salah bicara ? Atau memang orang tua itu sudah terganggu ingatannya ?

“Aku juga berkendaraan,” kata Bapak Tua itu mengejutkan.

Si Pemuda yakin kalau dari kejauhan tadi, ia melihat orang tua itu berjalan sendirian tanpa kendaraan apa pun. Tapi, Bapak Tua itu malah mengatakan dirinya memakai kendaraan.

Orang ini benar-benar sudah tidak waras. Ia merasa memakai kendaraan, padahal aku lihat ia berjalan kaki ... pikir si Pemuda geli.

“Apa Bapak yakin kalau Bapak memakai kendaraan ?” tanya Sang Pemuda itu menahan senyumnya.

“Kau tidak melihat kendaraanku ?” orang tua itu malah mengajukan pertanyaan yang membingungkan. Si Pemuda, kini tak dapat lagi menyembunyikan kegeliannya.

“Kalau begitu, apa kendaraan yang Bapak pakai ?” tanyanya sambil tersenyum.

Orang tua itu termenung beberapa saat. Pandangannya menyapu padang pasir yang luas. Dengan sabar, si Pemuda menunggu jawaban yang akan keluar dari mulut orang tua itu. Akankah ia mampu menjawab pertanyaan tadi ?

“Kalau aku melewati jalan yang mudah, lurus, dan datar, kugunakan kendaraan bernama Syukur. Jika aku melewati jalan yang sulit dan mendaki, kugunakan kendaraan bernama Sabar,” jawab orang tua itu tenang.

Si Pemuda ternganga dan tak berkedip mendengar kata-kata orang tua itu. Tak sabar, pemuda itu ingin segera mendengar kalimat selanjutnya dari lelaki tua tersebut.

“Jika takdir menimpa dan aku tidak sampai ke tujuan, kugunakan kendaraan Ridha. Kalau aku tersesat atau menemui jalan buntu, kugunakan kendaraan Tawakkal. Itulah kendaraanku menuju Baitullah,” kata Bapak Tua itu melanjutkan.

Mendengar kata-kata tersebut, si Pemuda merasa terpesona. Seolah melihat untaian mutiara yang memancar indah. Menyejukkan hati yang sedang gelisah, cemas, dan gundah. Perkataan orang tua itu amat meresap ke dalam jiwa anak muda tersebut.

“Maukah Bapak naik kendaraanku ? Kita dapat pergi ke Baitullah bersama-sama,” ajak si Pemuda dengan sopan. Ia berharap akan mendengarkan untaian-untaian kalimat mutiara yang menyejukkan jiwa dari orang tua itu.

“Terima kasih Nak, Allah sudah menyediakan kendaraan untukku. Aku tak boleh menyia-nyiakannya. Dengan ikut menunggang kendaraanmu, aku akan menjadi orang yang selamanya bergantung kepadamu,” sahut orang tua itu dengan bijak, seraya melanjutkan perjalanannya.

Ternyata, orang tua itu adalah Ibrahim bin Adham, seorang ulama yang terkenal dengan kebijaksanaannya.

Refleksi Hikmah :

Untuk menempuh perjalanan kehidupan yang kita lalui ini. Bukan mobil mewah yang kita butuhkan sebagai kendaraan kita. Bukan pula harta melimpah yang kita butuhkan untuk bekal mengarungi kehidupan ini.

Cukup hati yang lapang, yang dapat menampung segala kemungkinan keadaan. Menyediakan bahan bakar Syukur, Sabar, Ridha dan Tawakkal. Hidup akan terasa lebih indah jika merasa bahagia.



=====
copas
http://alkisaah.blogspot.co.id/2015/02/kendaraan-seorang-bijak.html